Batu Bacan (chrysocolla) adalah batu permata asli dari alam Pulau Bacan Kabupaten Halmahera Selatan, Provinsi Maluku Utara. Selain warna hijau - biasa disebut bacan Doko - karena asalnya dari daerah Doko, ada juga yang berwarna kebiruan dan biasa disebut bacan Palamea dari wilayah Palamea.
Penghasil batu bacan adalah Pulau Kasiruta,kecamatan Bacan Barat yaitu Desa Palamea, Desa Doko, dan Desa Akelamo.
Jarak antara ketiga desa itu 3-5 km, berurutan dan bertetangga. Selama ini hanya 2 Desa yang dikenal sebagai penghasil batu bacan yaitu Desa Palamea dan Desa Doko.
Bacan Palamea
Batu bacan berbeda dengan batu lainnya. Keunikan batu bacan adalah mengalami proses metamorfosis, batu mengalami perubahan dan biasanya berubah menjadi lebih baik. Contoh proses tersebut : Batu bacan pertama kali di dapat tampak jelek, kasar, dan warna hitam. Tetapi, seiring dengan waktu yang tadinya berwarna hitam bisa menjadi hijau, yang tadinya permukaan kasar bisa menjadi halus. Sehingga banyak orang mengatakan batu bacan adalah batu hidup.
Hal itulah yang menyebabkan harga batu bacan bisa menjadi mahal. Biasanya batu bacan yang kualitas super mencapai puluh hingga ratusan juta/ kg. Batu bacan bila dibandingkan dengan batu lainnya, misalnya dibandingkan dengan batu jawa/kalimantan : batu jawa/kalimantan pertama kali didapat warnanya hijau dan bening atau permukaanya kasar, seiring dengan waktu warna dan permukaannya begitu saja/tidak berubah dari pertama kali didapat.
Batu bacan mulai dikenal era 2000an pasca kerusuhan Maluku/Maluku Utara. Awalnya Turis dari Jawa dan turis Manca Negara datang ke Pulau Kasiruta, Bacan Barat. Mereka diperlihatkan batu bacan oleh penduduk setempat dan turis berani membeli mahal batu tersebut. Sehingga Lama kelamaan harga menjadi mahal. Sampai sekarang pun turis manca negara dan Jakarta selalu datang mencari batu bacan.
Batu bacan Doko lebih beragam warnanya, yang sangat digemari hijau cincau (penampakan luar batu kehitaman tetapi disenter hijau), biru laut, warna kuning, warna kembang, warna teh, dan warna hati hiu. Namun, ada juga batu bacan Doko yang warna dan kebeningannya mirip dengan batu bacan Palamea tetapi sulit ditemukan. Batu bacan Doko sekarang ini juga menjadi incaran kolektor batu permata karena proses perubahan menjadi kristal/ bening sangat cepat. Banyak sekali orang yang memiliki mata cincin batu bacan Doko cincau yang tadinya penampakan warna luarnya kehitaman, disimpan dan dipakai selama 3-4 bulan berubah warna menjadi hijau tua. Sedangkan batu bacan Palamea ada juga yang disebut pido, karena zat kapurnya sangat tinggi. Batu Pido yang masih bongkahan waktu disenter, bias cahaya bagus tembus sampai 3-4 cm tetapi setelah digosok menjadi mata cincin warnanya batu pucat karena batu masih muda. Batu Pido Palamea proses Kristal/menjadi bening lebih lama dari Batu Palamea.
Tingkat kekerasan batu bacan Doko sangat tinggi dibandingkan batu bacan Palamea, ketika proses pemotongan bongkahan, batu tersebut menyala hampir seperti memotong besi. Lokasi penambangan batu bacan biasanya terletak di belakang atau samping Desa. Medan untuk menempuh lokasi penambangan cukup sulit karena melalui bukit, bergunung, melewati lembah dan sungai. Selain batu bacan yang dihasilkan dari lokasi penambangan, rupanya banyak juga ditemukan batu Mangan (Mg). Para penambang menyebut nama batu Mangan adalah “ batu Angus “.